CSE engine

Kamis, 11 April 2013

KEBUDAYAAN


BAB  I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sejak proklamasi kemerdekaan hingga saat sekarang ini telah banyak pengalaman yang diperoleh  bangsa kita tentang kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam negara Republik Indonesia, pedoman acuan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara itu adalah nilai-nilai dan norma-norma yang termaktub dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber dan disain bagi terbentuknya kebudayaan nasional.
Namun kita juga telah melihat bahwa, khususnya dalam lima tahun terakhir, telah terjadi krisis pemerintahan dan tuntutan reformasi (tanpa platform yang jelas) yang menimbulkan berbagai ketidakmenentuan dan kekacauan. Acuan kehidupan bernegara (governance) dan kerukunan sosial (social harmony) menjadi berantakan dan menumbuhkan ketidakpatuhan sosial (social disobedience). Dari sinilah berawal tindakan-tindakan anarkis, pelanggaran-pelanggaran moral dan etika, tentu pula tak terkecuali pelanggaran hukum dan meningkatnya kriminalitas. Di kala hal ini berkepanjangan dan tidak jelas  kapan saatnya krisis ini akan berakhir, para pengamat hanya bisa mengatakan bahwa bangsa kita adalah “bangsa yang sedang sakit”, suatu kesimpulan yang tidak pula menawarkan solusi.
Banyak orang, termasuk kaum intelektual, kemudian menganggap Pancasila harus “disingkirkan” sebagai dasar Negara? Kaum intelektual yang sama di masa lalu adalah penatar gigih, bahkan “manggala” dalam pelaksanaan Penataran P-4. Pancasila adalah “asas bersama” bagi bangsa ini (bukan “asas tunggal”). Di samping itu, makin banyak orang yang kecewa berat terhadap, bahkan menolak, perubahan UUD 1945 (lebih dari sekedar amandemen)  sehingga  perannya sebagai pedoman dan acuan kehidupan berbangsa dan bernegara dapat diibaratkan sebagai menjadi lumpuh.
Perjalanan panjang Negara enam dasawarsa kemerdekaan Indonesia telah memberikan banyak pengalaman kepada warganegara tentang kehidupan berbangsa dan bernegara. Nation and character building sebagai cita-cita membentuk kebudayaan nasional belum dilandasi oleh suatu strategi budaya yang nyata (padahal ini merupakan  konsekuensi dari dicetuskannya Proklamasi Kemerdekaan sebagai “de hoogste politieke beslissing” dan diterimanya Pancasila sebagai dasar Negara dan UUD 1945 sebagai dasar Negara).Hal ini menjadi satu kebanggan sekaligus suatu tantangan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk dapat mempertahankan budaya-budaya lokal yang ada di tengah banyaknya pengaruh budaya asing yang dapat merusak budaya lokal. Oleh karena itu, penulis membuat makalah yang berjudul Kebudayaan.

B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut.
1.      Pengertian Kebudayaan.
2.      Unsur-unsur Kebudayaan.
3.      Nilai-nilai Budaya.
4.      Nilai-nilai Budaya dan Sistem Religi, Sistem Sosial dan Sistem IPTEK.
5.      Suku Bangsa Indonesia.
6.      Sistem Budaya Indonesia.

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk mengetahui tentang pengertian, unsur-unsur, nilai-nilai budaya dari berbagai aspek, suku bangsa yang ada di Indonesia, dan sistem budaya Indonesia. Penulis juga dapat lebih memahami mengenai kebudayaan.

D.    Manfaat
Manfaat dari penulisan ini adalah agar mahasiswa dapat mengembangkan dan mempertahankan budaya bangsa Indonesia di era modernisasi budaya ini.



BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Kebudayaan
Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah,yaitu bentuk jamak dari kata buddhi, artinya budi atau akal. Dengan demikian, dilihat dari asal katanya maka kebudayaan mempunyai arti hal-hal yang berkaitan dengan budi atau akal. Oleh karena itu, sebagaimana dinyatakan oleh Koentjaraningrat (1990 : 180-182), maka menurut ilmu antropologi kebudayaan mempunyai arti :
Keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya
 manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik diri manusia dengan belajar” 
Dari pengertian ini nampak bahwa hampir seluruh tindakan manusia adalah kebudayaan, karena hanya sedikit sekali tindakan manusia yang tidak perlu dibiasakan dengan belajar. Tahukah Anda bahwa semakin Anda dewasa maka tindakan-tindakan yang harus Anda pelajari menjadi semakin banak. Hal ini dikarenakan status yang Anda sandang semakin beragam sehingga peran yang harus Anda mainkan juga menjadi semakin banyak.
Sementara itu kebudayaan dalam bahasa Inggris disebut culture. Culture sendiri berasal dari bahasa Latin colere, yang mempunyai arti mengolah atau mengerjakan. Sehubungan dengan asal katanya ini maka kebudayaan diartikan :
“Segala daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan merubah alam
Apabila dilihat dari definisi ini, maka arti kebudayaan ditekankan kepada tindakan manusia untuk mencukupi kebutuhannya. Jadi ketika manusia pertama kali membangun rumah atau membuat pakaian hal itu adalah merupakan tindakan manusia untik melindungi dirinya dari kebutuhan akan perlindungan terhadap panas dan hujan.Kembali pada definisi kebudayaan diatas, maka kedua definisi tersebut sebenarnya mempunyai pengertian yang saling berhubungan. Kebudayaan memunculkan pendekatan atau aliran besar dalam antropologi dalam mengkaji kebudayaan.
Berbagai para ahli juga mengemukakan pendapatnya masing-masing mengenai kebudayaan diantaranya :
1.      Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinnowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
2.      Herskovits memandang sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
3.      Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
4.      Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
5.      Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya,rasa, dan cipta masyarakat.
6.      Sutan Takdir Alisyahbana mengatakan bahwa kebudayaan adalah manifestasi dari cara berpikir, hal ini amat luas apa yang disebut kebudayaan; sebab semua laku dan perbuatan tercakup didalamnya dan dapat diungkapkan pada basis dan cara berpikir, perasaan juga maksud pikiran.
7.      A.L Krober dan C.Kluckhon mengatakan bahwa kebudayaan adalah manifestasi atau penjalmaan kerja jiwa manusia dalam arti seluas-luasnya.
8.      C.A.Van Peursen mengatakan bahwa dewasa ini kebudayaan diartikan sebagai manifestasi kehidupan setiap orang, dan kehidupan setiap kelompok orang berlainan dengan hewan maka manusia tidak hidup begitu saja ditengah alam melainkan selalu mengubah alam. 
9.      Goodenough menagrtikan kebudayaan dalam dua arah pengertian yang berbeda yaitu pola untuk perilaku an pola dari perilaku.
10.  Roger M.Keesing mengatakan kebudayaan sebagai sistem pemikiran, mencakup sistem gagasan yang dimiliki bersama, sistem konsep, aturan serta makna yang mendasari dan diungkapkan dalam tatanan kehidupan manusia.
Dapat disimpulkan kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga, dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.

B.  Unsur-unsur Kebudayaan
Unsur-unsur kebudayaan menurut Koentjaraningrat didasarkan pada mudah atau sulitnya suatu unsur kebudayaan mengalami perubahan. Artinya, unsur kebudayaan yang pertama atau nomer 1 dianggap sebagai unsur kebudayaan Universal yang paling sulit berubah, sedangkan urutan yang paling terakhir merupakan Unsur yang paling mudah untu merubah 7 unsur kebudayaan diantaranya:
1.    Sistem religi
Kepercayaan manusia terhadap adanya Sang Pencipta yang muncul karena kesadaran bahwa ada zat yang lebih dan Maha Kuasa.
2.    Sistem Pengetahuan
Sistem yang terlahir karena setiap manusia memiliki akal dan pikiran yang berbeda sehingga memunculkan dan mendapatkan sesuatu yang berbeda pula, sehingga perlu disampaikan agar yang lain juga mengerti.
3.    Sistem Peralatan dan Perlengkapan Hidup Manusia
Sistem yang timbul karena manusia mampu menciptakan barang-barang dan sesuatu yang baru agar dapat memenuhi kebutuhan hidup da membedakan manusia dengan makhluk hidup yang lain.
4.    Sistem Mata Pencaharian Hidup dan Sistem Ekonomi
Terlahir karena manusia memiliki hawa nafsu dan keinginan yang tidak terbatas dan selalu ingin lebih.
5.    Sistem Organisasi Kemasyarakatan
Sistem yang muncul karena kesadaran manusia bahwa meskipun diciptakan sebagai makhluk yang paling sempurna namun tetap memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing antar individu sehingga timbul rasa untuk berorganisasi dan bersatu.
6.    Bahasa
Sesuatu yang berawal dari hanya sebuah kode tulisan hingga berubah sebagai lisan untuk mempermudah komunikasi antar sesama manusia. Bahkan sudah ada bahasa yang dijadikan bahasa universal seperti bahasa Inggris.
7.    Kesenian
Setelah memenuhi kebutuhan fisik manusia juga memerlukan sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan psikis mereka sehingga lahirlah kesenian yang dapat memuaskan.

Di era globalisasi ini memang kita tidak boleh ketinggalan zaman. Semua berbau teknologi yang akan kelak melekat dalam kehidupan kita masing-masing. Namun apa salahnya kita bisa menjaga dan melestarikan nilai kebudayaan dari bangsa kita. Setidaknya kita bia menjunjung tinggi hakekat manusia sebagai makhluk yang saling menghormati. Dengan menjaga dan melestarikan saja kita sudah menghormati Nenek dan Kakek moyang kita yang telah berususah payah untuk membentuk dan melestarikan suatu kebudayaan yang sangat menarik untuk kita pelajari ini.

C.   Nilai-nilai Budaya
Nilai-nilai budaya merupakan nilai-nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat,lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan prilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi.Nilai-nilai budaya akan tampak pada simbol-simbol, slogan, moto, visi misi, atau sesuatu yang nampak sebagai acuan pokok moto suatu lingkungan atau organisasi.
Theodorson dalam Pelly (1994) mengemukakan bahwa nilai merupakan sesuatu yang abstrak, yang dijadikan pedoman serta prinsip – prinsip umum dalam bertindak dan bertingkah laku. Keterikatan orang atau kelompok terhadap nilai budaya.
Nilai-nilai budaya tersebut di antaranya :
1.    Agama
Masyarakat Indonesia adlah masyarakat beragama.Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, da bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan didasai pada nilai-nlai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbanagan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.
2.    Pancasila
            Negara Kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan keanekaragaman yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik,hukum,ekonomi, kemasyarakatan, budaya dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagaiwarga negara.
3.      Budaya
            Sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antar anggota masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.
4.      Tujuan Pendidikan Nasional
Sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan Nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia.Oleh karena itu, tujuan pendididkan Nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.

D.   Nilai Budaya dan Sistem Religi, Sistem Sosial, dan Sistem IPTEK
1.      Nilai Budaya dan Sistem Religi
Semua aktivitas manusia yang bersangkutan dengan religi bedasarkan atas suatu getaran jiwa, yang biasanya disebut emosi keagamaan (religious emotion). Emosi keagamaan ini biasanya pernah dialami oleh setiap manusia, walaupun getaran emosi itu mungkin hanya berlangsung untuk beberapa detik saja, untuk kemudian menghilang lagi. Emosi keagamaan itulah yang mendorong orang melakukan tindakan-tindakan bersifat religi. Emosi keagamaan menyebabkan bahwa sesuatu benda, suatu tindakan, atau gagasan mendapat suatu nilai keramat (sacred value) dan dianggap keramat. Demikian juga benda-benda, tindakan-tindakan, atau gagasan-gagasan yang biasanya tidak keramat (pro-fane), tetapi apabila dihadapi oleh manusia yang dihinggapi oleh emosi keagamaan sehingga ia seolah-olah terpesona, maka benda-benda, tindakan-tindakan, dan gagasan-gagasan tadi menjadi keramat.
Suatu sistem religi dalam suatu kebudayaan selalu mempunyai ciri-ciri untuk sedapat mungkin memelihara emosi keagamaan itu di antara pengikut-pengikutnya. Dengan demikian, emosi keagamaan merupakan unsur penting dalam suatu religi bersama dengan tiga unsur lain, yaitu:
a.       Sistem Keyakinan
Sistem keyakinan secara khusus mengandung banyak subunsur. Mengenai ini para ahli antropologi biasanya menaruh perhatian terhadap konsepsi tentang dewa-dewa yang baik maupun yang jahat; sifat dan tanda dewa-dewa; konsepsi tentang makhluk-makhluk halus lainnya seperti roh-roh leluhur, roh-roh lain yang baik maupun yang jahat, hantu dan lain-lain; konsepsi tentang dewa tertinggi dan pencipta alam; masalah terciptanya dunia dan alam (kosmogoni); masalah mengenai bentuk dan sifat-sifat dunia dan alam (kosmologi); konsepsi tentang hidup dan maut; konsepsi tentang dunia roh, dunia akhirat dan lain-lain.
Adapun sistem kepercayaan dan gagasan, pelajaran, aturan agama, dongeng suci tentang riwayat dewa-dewa (mitologi), biasanya tercantum dalam suatu himpunan buku-buku yang biasanya juga dianggap sebagai kesusasteraan suci.
b.      Sistem Upacara Keagamaan
Sistem upacara keagamaan secara khusus mengandung empat aspek yang menjadi perhatian khusus dari para ahli antropologi ialah:
1.      Tempat Upacara Keagamaan
Berhubungan dengan tempat-tempat keramat upacara dilakukan, yaitu makam, candi, pura, kuil, gereja, langgar, surau, masjid, dan sebagainya.
2.      Saat-saat Upacara Keagamaan dijalankan
Berhubungan dengan saat-saat beribadah, hari-hari keramat dan suci, dan sebagainya.
3.      Benda-benda dan Alat Upacara
Berhubungan dengan benda-benda yang dipakai dalam upacara, termasuk patung-patung yang melambangkan dewa-dewa, alat bunyi-bunyian seperti lonceng suci, seruling suci, genderang suci dan sebagainya.
4.      Orang-orang yang Melakukan dan Memimpin Upacara
Mengenai para pelaku upacara keagamaan, yaitu para pendeta biksu, syaman, dukun, dan lain-lain.
Upacara-upacara itu sendiri banyak juga unsurnya, yaitu: bersaji, berkorban, berdoa, makan bersama makanan yang telah disucikan dengan doa, menari tarian suci, menyanyi nyanyian suci, berpropesi atau berpawai, memainkan seni drama suci, berpuasa, intoksikasi atau mengaburkan pikiran dengan makan obat bius dampai kerasukan, mabuk, bertapa, bersemadi.
Di antara unsur-unsur upacara keagamaan tersebut ada yang dianggap penting sekali dalam satu agama, tetapi tidak dikenal dalam agama lain, dan demikian juga sebaliknya. Selain itu, suatu acara upacara biasanya mengandung suatu rangkaian yang terdiri sejumlah unsur tersebut. Dengan demikian dalam suatu upacara untuk kesuburan tanah misalnya, para pelaku upacara dan para pendeta berpawai dahulu menuju ke tempat-tempat bersaji, lalu mengorbankan seekor ayam, setelah itu menyajikan bunga kepada dewa kesuburan, disusul dengan doa yang diucapkan oleh para pelaku, kemudian menyanyi bersama berbagai nyanyian suci, dan akhirnya semuanya kenduri makan hidangan yang telah disucikan dengan doa.
c.       Suatu Umat yang Menganut Religi Itu
Secara khusus meliputi masalah pengikut suatu agama, hubungannya satu dengan yang lain, hubungannya dengan para pemimpin agama, baik dalam saat adanya upacara keagamaan maupun dalam kehidupan sehari-hari; dan juga meliputi masalah seperti organisasi dari para umat, kewajiban, serta hak-hak para warganya.
Pokok-pokok khusus dalam sistem ilmu gaib (magic) pada lahirnya memang sering tampak sama dengan dalam sistem religi. Dalam ilmu gaib sering terdapat juga konsepsi-konsepsi dan ajaran-ajarannya; ilmu gaib juga mempunyai sekelompok manusia yang yakin dan menjalankan ilmu gaib itu untuk mencapai suatu maksud. Selain itu, upacara ilmu gaib juga mempunyai aspek-aspek yang sama artinya; ada pemimpin atau pelakunya, yaitu dukun; ada saat-saat tertentu untuk mengadakan upacara (biasanya juga pada hari-hari keramat); ada peralatan untuk melakukan upacara, dan ada tempat-tempat tertentu untuk pelaksanaan upacara. Akhirnya suatu upacara ilmu gaib seringkali juga mengandung unsur-unsur upacara yang sama dengan upacara religi pada umumnya. Misalnya orang melakukan ilmu gaib untuk menambah kekuatan ayam yang hendak diadu dalam suatu pertandingan adu ayam. Untuk itu ia membuat obat gaib dengan sajian kepada roh-roh, dengan mengucapkan doa kepada dewa-dewa, serta dengan mengucapkan mantra-mantra tertentu, dan dengan puasa. Dengan melakukan hal-hal itu semua ia percaya bahwa obat gaib untuk ayam jantannya akan mujarab sekali.
Walaupun pada lahirnya religi dan ilmu gaib sering kelihatan sama, walaupun sukar untuk menentukan batas dari upacara yang bersifat religi dan upacara yang bersifat ilmu gaib, pada dasarnya ada juga suatu perbedaan yang besar sekali antara kedua pokok itu. Perbedaan dasarnya terletak dalam sikap manusia pada waktu ia sedang menjalankan agama, manusia bersikap menyerahkan diri kepada Tuhan, kepada dewa-dewa, kepada roh nenek moyang; pokoknya menyerahkan diri sama sekali kepada kekuatan tinggi yang disembahnya itu. Dalam hal itu manusia biasanya terhinggap oleh suatu emosi keagamaan. Sebaliknya, pada waktu menjalankan ilmu gaib manusia bersikap lain sama sekali. Ia berusaha memperlakukan kekuatan-kekuatan tinggi dan gaib agar menjalankan kehendaknya dan berbuat apa yang ingin dicapainya.

            Para ahli antropologi, terutama yang berasal dari abad ke-19 dan ke-20, sampai kira-kira menjelang zaman perang dunia ke-2, dalam hal membicarakan gejala religi sering mengupas kosepsi tentang adanya berbagai macam bentuk religi.
a.       Fetishism, ialah bentuk religi yang berdasarkan kepercayaan akan adanya jiwa dalam benda-benda tertentu.
b.      Animism, ialah bentuk religi yang berdasarkan kepercayaan bahwa di alam sekeliling tempat tinggal manusia didiami berbagai macam ruh.
c.       Animatism bukan suatu bentuk religi, melainkan suatu sistem kepercayaan bahwa benda-benda dan tumbuh-tumbuhan sekeliling manusia itu berjiwa dan berpikir seperti manusia.
d.      Prae-Animism, ialah bentuk religi yang berdasarkan kepercayaan kepada kekuatan sakti yang ada dalam segala hal yang luar biasa.
e.       Totemism, ialah bentuk religi yang ada dalam masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok kekerabatan yang unilineal (kepercayaan terhadap para dewa-dewa)
f.       Polytheism, yaitu bentuk religi yang berdasarkan kepercayaan kepada suatu sistem yang luas dari dewa-dewa.
g.      Monotheism, yaitu bentuk religi yang berdasarkan kepercayaan kepada satu Tuhan.
Mystic, adalah bentuk religi yang berdasarkan kepercayaan kepada satu Tuhan yang dianggap meliputi segala hal dalam alam.

2.      Nilai Budaya dan Sistem Sosial
            Sistem sosial adalah suatu sistem yang hidup dan sistem kehidupan, dapat juga ditinjau sebagai sistem buatan manusia daalm aktivitas beradaptasi dengan lingkungan secara alami.
            Dilihat dari sudut eksistensinya, sistem-sistem sosial itu hidup karena adanya transfer energi maupun adanya pertukaran informasi antar unsur (komponen) dan merupakan sistem terbuka. Keseluruhan isi sistem-sistem sosial bersifat konkrit atau abstrak (kesadaran, persepsi dll). Merupakan karya Maha Pencipta, yang oleh manusia diubah, diolah dan diabstraksikan sesuai dengan kebutuhannya sendiri.
Sistem sosial terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia atau tindakan-tindakan dan tingkah laku berintraksi antarindividu dalam kehidupan masyarakat. Sebagai rangkaian tindakan berpola yang berkaitan satu sama lain, sistem sosial itu bersifat lebih konkret dan nyata daripada sistem budaya, dalam arti bahwa tindakan manusia itu dapat dilihat dan diobservasi. Interaksi manusia itu di satu pihak ditata dan diatur oleh sistem budaya, tetapi di pihak lain dibudayakan menjadi pranata-pranata oleh nilai dan norma tersebut.
3.      Sistem Budaya dan Sistem IPTEK
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (iptek) adalah bagian dari kebudayaan. Oleh karean itu, seperti juga usur kebudayaan yang lain, corak dan perkembangannya sangat dipengaruhi dan mempengaruhi masyarakat diman ia dikembangkan dan diaplikasikan. Sesungguhnya tak ada satu orangpun manusia yang terlepas dari pengaruh teknologi.
Uraian mengenai pokok-pokok khusus yang merupakan isi dari sistem pengetahuan dalam suatu kebudayaan, akan merupakan suatu uraian tentang cabang-cabang pengetahuan. Cabang-cabang itu sebaiknya dibagi berdasarkan pokok perhatiannya. Dengan demikian tiap suku bangsa di dunia biasanya mempunyai pengetahuan tentang:
a.       Alam sekitarnya
Misalnya pengetahuan tentang musim-musim, tentang sifat-sifat gejala alam, tentang bintang-bintang, dan lain-lain. Pengetahuan ini berasal dari keperluan praktis untuk berburu, bertani, berlayar menyeberangi laut dari suatu pulau ke pulau lain.
b.      Alam flora di daerah tempat tinggalnya
Pengetahuan ini merupakan salah satu pengetahuan dasar bagi kehidupan manusia dalam masyarakat kecil, terutama bila mata pencarian hidupnya yang pokok adalah pertanian, tetapi juga suku-suku bangsa yang hidup dari berburu, peternakan, atau perikanan tidak dapat mengabaikan pengetahuan tentang alam tumbuh-tumbuhan sekelilingnya.
c.       Alam fauna di daerah tempat tinggalnya
Pengetahuan tentang alam fauna merupakan pengetahuan dasar bagi suku-suku bangsa yang hidup dari berburu atau perikanan, tetapi juga bagi yang hidup dari pertanian. Daging binatang merupaka unsur penting dalam makanan suku-suku bangsa petani juga. Selain itu, petani harus banyak mengetahui juga tentang kelakuan binatang untuk dapat menjaga tumbuh-tumbuhan di ladang atau sawah terhadap gangguan binatang-binatang itu.
d.      Zat-zat bahan mentah, dan benda-benda dalam lingkungannya
Pengetahuan ini sangat penting karena tanpa itu manusia tidak mungkin membuat dan menggunakan alat-alat dalam hidupnya. Sistem teknologi dalam suatu kebudayaan sudah erat sangkut pautnya dengan sistem pengetahuan tentang zat-zat, bahan-bahan mentah, dan benda-benda ini.
e.       Tubuh manusia
Pengetahuan tentang tubuh manusia dalam kebudayaan-kebudayaan  yang belum begitu banyak dipengaruhi ilmu kedokteran masa kini, sering juga luas sekali. Pengetahuan dan ilmu untuk menyembuhkan penyakit dalam masyarakat pedesaaan banyak dilakukan oleh para dukun dan tukang pijat, dan oleh karena itu disebut ilmu dukun. Ilmu dukun biasanya menggunakan banyak sekali ilmu gaib, tetapi di samping itu para dukun juga sering mempunyai pengetahuan luas tentang ciri-ciri tubuh manusia, letak dan susunan urat-urat dan sebagainya.
f.       Sifat dan tingkah laku sesama manusia
Manusia tidak dapat mengabaikan pengetahuan tentang sesama manusianya. Banyak suku bangsa yang belum terpengaruh ilmu psikologi modern, dalam hal bergaul dengan sesamanya harus berpegangan pada misalnya pengetahuan tentang tipe-tipe wajah (ilmu firasat), atau pengetahuan tentang tanda-tanda tubuh tersebut. dalam golongan ini dapat juga dimasukkan pengetahuan tentang sopan santun pergaulan, adat-istiadat, sistem norma, hukum adat dan sebagainya, kemudian juga pengetahuan tentang silsilah dan tentang sejarah.
g.      Ruang dan waktu
Pengetahuan konsepsi tentang ruang dan waktu juga ada dalam banyak kebudayaan yang belum terpengaruh ilmu pasti modern. Banyak kebudayaan mengenai suatu sistem untuk menghitung jumlah-jumlah besar, mengukur, menimbang, mengukur waktu (tanggalan) dan sebagainya.

E.   Suku Bangsa Indonesia
Sejak zaman dahulu, bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang majemuk. Hal ini tercermin dari semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu. Kemajemukan yang ada terdiri atas keragaman suku bangsa, budaya, agama, ras, dan bahasa. Adat istiadat, kesenian, kekerabatan, bahasa, dan bentuk fisik yang dimiliki oleh suku-suku bangsa yang ada di Indonesia memang berbeda, namun selain perbedaan suku-suku itu juga memiliki persamaan antara lain hukum, hak milik tanah, persekutuan, dan kehidupan sosialnya yang berasaskan kekeluargaan.
Seorang ahli antropologi Indonesia wajib mengenal berbagai bentuk masyarakat dan kebudayaan di wilayah Indonesia sendiri (termasuk Irian Jaya). Dalam pembagian kejuruan antropologi, secara konvensional mengelompokkan Irian Jaya dan Papua Nugini bersama denagn penduduk Melanesia, yang dipelajari secara mendalam oleh para ahli antropologi dengan kejuruan Melanesia atau Oseania.Sealin memusatkan perhatiannya pada wilayah Indonesia.
Pada umumnya, penggolongan berbagai suku bangsa Indonesia didasarkan pada sistem lingkaran hukum adat yang dibuat. Berikut pembagian suku yang terdapat di berbagai daerah diantaranya :
1.      Nanggroe Aceh Darussalam: Aceh, Alas, Gayo, Kluet, Simelu, Singkil, Tamiang, Ulu.
2.      Sumatera Utara: Karo, Nias, Simalungun, Mandailing, Dairi, Toba, Melayu, PakPak, Maya-maya.
3.      Sumatera Barat: Minangkabau, Mentawai, Melayu, Guci, Jambak.
4.      Riau: Melayu, Siak, Rokan, Kampar, Kuantum Akit, Talang Manuk, Bonai, Sakai, Anak Dalam, Hutan, Laut.
5.      Kepulauan Riau: Melayu, Laut.
6.      Bangka Belitung: Melayu.
7.      Jambi: Batin, Kerinci, Penghulu, Pewdah, Melayu, Kubu, Bajau.
8.      Sumatera Selatan: Palembang, Melayu, Ogan, Pasemah, Komering, Ranau Kisam, Kubu, Rawas, Rejang, Lematang, Koto, Agam.
9.      Bengkulu: Melayu, Rejang, Lebong, Enggano, Sekah, Serawai, Pekal, Kaur, Lembak.
10.  Lampung: Lampung, Melayu, Semendo, Pasemah, Rawas, Pubian, Sungkai, Sepucih.
11.  DKI Jakarta: Betawi.
12.  Banten: Banten.
13.  Jawa Barat: Sunda, Badui.
14.  Jawa Tengah: Jawa, Karimun, Samin, Kangean.
15.  D.I. Yogyakarta: Jawa.
16.  Jawa Timur: Jawa, Madura, Tengger, Asing.
17.  Bali: Bali, Jawa, Madura.
18.  NTB: Bali, Sasak, Bima, Sumbawa, Mbojo, Dompu, Tarlawi, Lombok.
19.  NTT: Alor, Solor, Rote, Sawu, Sumba, Flores, Belu, Bima.
20.  Kalimantan Barat: Melayu, Dayak (Iban Embaluh, Punan, Kayan, Kantuk, Embaloh, Bugan, Bukat), Manyuke.
21.  Kalimantan Tengah: Melayu, Dayak (Medang, Basap, Tunjung, Bahau, Kenyah, Penihing, Benuaq), Banjar, Kutai, Ngaju, Lawangan, Maayan, Murut, Kapuas.
22.  Kalimantan Timur: Melayu, Dayak (Bukupai, Lawangan, Dusun, Ngaju, Maayan).
23.  Kalimantan Selatan: Melayu, Banjar, Dayak, Aba.
24.  Sulawesi Selatan: Bugis, Makassar, Toraja, Mandar.
25.  Sulawesi Tenggara: Muna, Buton, Totaja, Tolaki, Kabaena, Moronehe, Kulisusu, Wolio.
26.  Sulawesi Tengah: Kaili, Tomini, Toli-Toli, Buol, Kulawi, Balantak, Banggai, Lore.
27.  Sulawesi Utara: Bolang-Mongondow, Minahasa, Sangir, Talaud, Siau, Bantik.
28.  Gorontalo: Gorontalo.
29.  Maluku: Ambon, Kei, Tanimbar, Seram, Saparua, Aru, Kisar.
30.  Maluku Utara: Ternate, Morotai, Sula, Taliabu, Bacan, Galela.
31.  Papua Barat: Waigeo, Misool, Salawati, Bintuni, Bacanca.
32.  Papua Tengah: Yapen, Biak, Marnika, Numfoor.
33.  Papua Timur: Sentani, Asmat, Dani, Senggi.

Menurut Van Vollenhoven, penggolongan suku-suku bangsa Indonesia didasarkan pada Peta 7 Indonesia yang dibagi ke dalam 19 daerah yaitu sebagai berikut:
1.      Aceh
2.      Gayo, Alas, dan Batak.
2a. Nias dan Batu.
3.      Minangkabau.
3a. Mentawai.
4.      Sumatera Selatan.
4a. Enggano.
5.      Melayu.
6.      Bangka dan Biliton.
7.      Kalimantan.
8.      Minahasa.
8a. Sangir-Talaud.
9.      Gorontalo.
10.  Toraja.
11.  Sulawesi Selatan.
12.  Ternate.
13.  Ambon Maluku.
13a. Kepulauan Barat Daya
14.  Irian.
15.  Timor.
16.  Bali dan Lombok.
17.  Jawa Tengah dan Jawa Timur.
18.  Surakarta dan Yogyakarta.
19.  Jawa Barat.

Lokasi suku-suku bangsa di Indonesia yang masih berpedoman pada peta bahasa J. Esser, terutama untuk daerah-daerah Kalimantan, Sulawesi, Indonesia Timur, dan juga beberapa bagian Sumatera, namun belum sepenuhnya dapat diandalkan.

F.   Sistem Budaya Indonesia
Bila dicermati pandangan masyarakat Indonesia tentang kebudayaan Indonesia, ada dua kelompok pandangan.
1.      Kelompok pertama yang mengatakan kebudayaan Nasional Indonesia belum jelas, yang ada baru unsur pendukungnya yaitu kebudayaan etnik dan kebudayaan asing. Kebudayaan Indonesia itu sendiri sedang dalam proses pencarian.
2.      Kelompok kedua yang mengatakan mengatakan Kebudayaan Nasional Indonesia sudah ada. pendukung kelompok ketiga ini antara lain adalah Sastrosupono. Sastrosupono. Sastrosupono. Sastrosupono mencontohkan, Pancasila, bahasa Indonesia, undang-undang dasar 1945, moderenisasi dan pembangunan (1982:68-72).
Adanya pandangan yang mengatakan Kebudayaan Nasional Indonesia belum ada atau sedang dalam proses mencari, boleh jadi akibat:
1.      Tidak jelasnya konsep kebudayaanyang dianut dan pahami
2.      Akibat pemahaman mereka tentang kebudayaan hanya misalnya sebatas seni, apakah itu seni sastra, tari, drama, musik, patung, lukis dan sebagainya. Mereka tidak memahami bahwa iptek, juga adalah produk manusia, dan ini termasuk ke dalam kebudayaan.







BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan pada pembahasan di atas maka kesimpulan yang dapat diambil pada makalah ini yaitu, rakyat Indonesia yang pluralistik merupakan kenyataan, yang harus dilihat sebagai aset Nasional, bukan resiko atau beban. Rakyat adalah potensi nasional harus diberdayakan, ditingkatkan potensi dan  produktivitas fisikal, mental dan kulturalnya. Tanah air Indonesia sebagai aset Nasional yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas sampai Rote, merupakan tempat bersemayamnya semangat Bhinneka Tunggal Ika.Ciri-ciri Nasional Indonesia, berpedoman kepada dasar Pancasila, bersemangat bebas-aktif mampu menjadi tuan di negeri sendiri, dan mampu berperanan penting dalam percaturan global dan dalam kesetaraan juga mampu menjaga perdamaian dunia.

B.Saran
Saran yang dapat kami ajukan pada makalah ini adalah, kebudayaan bangsa Indonesia merupakan kebudayaan yang terbentuk dari berbagai macam kebudayaan suku dan agama sehingga banyak tantangan yang selalu menguji keutuhan budaya itu tapi dengan semangat kebhinekaan sampai sekarang masih eksis dalam terpaan zaman. Kewajiban kita sebagai anak bangsa untuk tetap mempertahankannya budaya itu menuju bangsa yang abadi, luhur, makmur dan bermartabat.









DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 2003. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineka Cipta.
Koentjaraningrat. 1996. Pengantar Antropologi 1. Jakarta: Rineka Cipta.
Nasrul H. S, dkk. 2011. Pendidikan Agama Islam Bernuansa Soft Skill. Padang: UNP Press.
Parwitaningsih, dkk. 2009. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Universitas Terbuka.
Ruddy Agusyanto, dkk. 2009. Pengantar Antropologi. Jakarta: Universitas Terbuka.
Soekanto, Soerjono. 2010. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar