BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejak proklamasi kemerdekaan hingga saat sekarang ini
telah banyak pengalaman yang diperoleh
bangsa kita tentang kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam negara
Republik Indonesia, pedoman acuan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara itu
adalah nilai-nilai dan norma-norma yang termaktub dalam Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber dan disain bagi terbentuknya
kebudayaan nasional.
Namun kita juga telah melihat bahwa, khususnya dalam
lima tahun terakhir, telah terjadi krisis pemerintahan dan tuntutan reformasi
(tanpa platform yang jelas) yang menimbulkan berbagai ketidakmenentuan dan
kekacauan. Acuan kehidupan bernegara (governance) dan kerukunan sosial (social
harmony) menjadi berantakan dan menumbuhkan ketidakpatuhan sosial (social
disobedience). Dari sinilah berawal tindakan-tindakan anarkis,
pelanggaran-pelanggaran moral dan etika, tentu pula tak terkecuali pelanggaran
hukum dan meningkatnya kriminalitas. Di kala hal ini berkepanjangan dan tidak
jelas kapan saatnya krisis ini akan
berakhir, para pengamat hanya bisa mengatakan bahwa bangsa kita adalah “bangsa
yang sedang sakit”, suatu kesimpulan yang tidak pula menawarkan solusi.
Banyak
orang, termasuk kaum intelektual, kemudian menganggap Pancasila harus
“disingkirkan” sebagai dasar Negara? Kaum intelektual yang sama di masa lalu
adalah penatar gigih, bahkan “manggala” dalam pelaksanaan Penataran P-4.
Pancasila adalah “asas bersama” bagi bangsa ini (bukan “asas tunggal”). Di
samping itu, makin banyak orang yang kecewa berat terhadap, bahkan menolak,
perubahan UUD 1945 (lebih dari sekedar amandemen) sehingga
perannya sebagai pedoman dan acuan kehidupan berbangsa dan bernegara dapat
diibaratkan sebagai menjadi lumpuh.
Perjalanan panjang Negara enam dasawarsa
kemerdekaan Indonesia telah memberikan banyak pengalaman kepada warganegara
tentang kehidupan berbangsa dan bernegara. Nation and character building
sebagai cita-cita membentuk kebudayaan nasional belum dilandasi oleh suatu
strategi budaya yang nyata (padahal ini merupakan konsekuensi dari dicetuskannya Proklamasi
Kemerdekaan sebagai “de hoogste politieke beslissing” dan diterimanya Pancasila
sebagai dasar Negara dan UUD 1945 sebagai dasar Negara).Hal ini menjadi satu kebanggan sekaligus suatu
tantangan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk dapat mempertahankan
budaya-budaya lokal yang ada di tengah banyaknya pengaruh budaya asing yang
dapat merusak budaya lokal. Oleh karena itu, penulis membuat makalah yang
berjudul Kebudayaan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis
membuat rumusan masalah sebagai berikut.
1.
Pengertian
Kebudayaan.
2.
Unsur-unsur
Kebudayaan.
3.
Nilai-nilai
Budaya.
4.
Nilai-nilai
Budaya dan Sistem Religi, Sistem Sosial dan Sistem IPTEK.
5.
Suku Bangsa
Indonesia.
6.
Sistem Budaya
Indonesia.
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk
mengetahui tentang pengertian, unsur-unsur, nilai-nilai budaya dari berbagai
aspek, suku bangsa yang ada di Indonesia, dan sistem budaya Indonesia. Penulis
juga dapat lebih memahami mengenai kebudayaan.
D. Manfaat
Manfaat dari penulisan ini adalah agar mahasiswa
dapat mengembangkan dan mempertahankan budaya bangsa Indonesia di era
modernisasi budaya ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kebudayaan
Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah,yaitu bentuk jamak dari kata buddhi, artinya budi atau akal. Dengan
demikian, dilihat dari asal katanya maka kebudayaan mempunyai arti hal-hal yang
berkaitan dengan budi atau akal. Oleh karena itu, sebagaimana dinyatakan oleh
Koentjaraningrat (1990 : 180-182), maka menurut ilmu antropologi kebudayaan
mempunyai arti :
“ Keseluruhan
sistem gagasan, tindakan dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan
milik diri manusia dengan belajar”
Dari pengertian ini nampak bahwa hampir seluruh
tindakan manusia adalah kebudayaan, karena hanya sedikit sekali tindakan
manusia yang tidak perlu dibiasakan dengan belajar. Tahukah Anda bahwa semakin
Anda dewasa maka tindakan-tindakan yang harus Anda pelajari menjadi semakin
banak. Hal ini dikarenakan status yang Anda sandang semakin beragam sehingga
peran yang harus Anda mainkan juga menjadi semakin banyak.
Sementara itu kebudayaan dalam bahasa Inggris
disebut culture. Culture sendiri
berasal dari bahasa Latin colere,
yang mempunyai arti mengolah atau mengerjakan. Sehubungan dengan asal katanya
ini maka kebudayaan diartikan :
“Segala
daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan merubah alam”
Apabila dilihat dari definisi ini, maka arti
kebudayaan ditekankan kepada tindakan manusia untuk mencukupi kebutuhannya.
Jadi ketika manusia pertama kali membangun rumah atau membuat pakaian hal itu
adalah merupakan tindakan manusia untik melindungi dirinya dari kebutuhan akan
perlindungan terhadap panas dan hujan.Kembali pada definisi kebudayaan diatas,
maka kedua definisi tersebut sebenarnya mempunyai pengertian yang saling
berhubungan. Kebudayaan memunculkan pendekatan atau aliran besar dalam
antropologi dalam mengkaji kebudayaan.
Berbagai para ahli juga mengemukakan pendapatnya
masing-masing mengenai kebudayaan diantaranya :
1. Melville
J. Herskovits dan Bronislaw Malinnowski mengemukakan bahwa
segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang
dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
2.
Herskovits memandang sebagai sesuatu
yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian
disebut sebagai superorganic.
3. Andreas Eppink, kebudayaan mengandung
keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta
keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi
segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu
masyarakat.
4. Edward
Burnett Tylor, kebudayaan
merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan
lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
5. Selo
Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah
sarana hasil karya,rasa, dan cipta masyarakat.
6. Sutan
Takdir Alisyahbana mengatakan
bahwa kebudayaan adalah manifestasi dari cara berpikir, hal ini amat luas apa
yang disebut kebudayaan; sebab semua laku dan perbuatan tercakup didalamnya dan
dapat diungkapkan pada basis dan cara berpikir, perasaan juga maksud pikiran.
7. A.L
Krober dan C.Kluckhon mengatakan bahwa kebudayaan adalah manifestasi atau
penjalmaan kerja jiwa manusia dalam arti seluas-luasnya.
8. C.A.Van
Peursen mengatakan bahwa dewasa
ini kebudayaan diartikan sebagai manifestasi kehidupan setiap orang, dan
kehidupan setiap kelompok orang berlainan dengan hewan maka manusia tidak hidup
begitu saja ditengah alam melainkan selalu mengubah alam.
9. Goodenough menagrtikan kebudayaan dalam dua arah pengertian
yang berbeda yaitu pola untuk perilaku an pola dari perilaku.
10. Roger
M.Keesing mengatakan kebudayaan
sebagai sistem pemikiran, mencakup sistem gagasan yang dimiliki bersama, sistem
konsep, aturan serta makna yang mendasari dan diungkapkan dalam tatanan
kehidupan manusia.
Dapat disimpulkan kebudayaan adalah sesuatu yang
akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang
terdapat dalam pikiran manusia, sehingga, dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak.
B.
Unsur-unsur
Kebudayaan
Unsur-unsur
kebudayaan menurut Koentjaraningrat didasarkan pada mudah atau sulitnya suatu
unsur kebudayaan mengalami perubahan. Artinya, unsur kebudayaan yang pertama
atau nomer 1 dianggap sebagai unsur kebudayaan Universal yang paling sulit
berubah, sedangkan urutan yang paling terakhir merupakan Unsur yang paling
mudah untu merubah 7 unsur kebudayaan diantaranya:
1. Sistem religi
Kepercayaan manusia terhadap adanya Sang Pencipta yang muncul karena
kesadaran bahwa ada zat yang lebih dan Maha Kuasa.
2. Sistem Pengetahuan
Sistem yang terlahir karena setiap manusia memiliki akal dan pikiran yang
berbeda sehingga memunculkan dan mendapatkan sesuatu yang berbeda pula,
sehingga perlu disampaikan agar yang lain juga mengerti.
3. Sistem Peralatan dan
Perlengkapan Hidup Manusia
Sistem yang timbul karena manusia mampu menciptakan barang-barang dan
sesuatu yang baru agar dapat memenuhi kebutuhan hidup da membedakan manusia
dengan makhluk hidup yang lain.
4. Sistem Mata Pencaharian
Hidup dan Sistem Ekonomi
Terlahir karena manusia memiliki hawa nafsu dan keinginan yang tidak
terbatas dan selalu ingin lebih.
5. Sistem Organisasi
Kemasyarakatan
Sistem yang muncul karena kesadaran manusia bahwa meskipun diciptakan
sebagai makhluk yang paling sempurna namun tetap memiliki kelemahan dan
kelebihan masing-masing antar individu sehingga timbul rasa untuk berorganisasi
dan bersatu.
6. Bahasa
Sesuatu yang berawal dari hanya sebuah kode tulisan hingga berubah sebagai
lisan untuk mempermudah komunikasi antar sesama manusia. Bahkan sudah ada bahasa
yang dijadikan bahasa universal seperti bahasa Inggris.
7. Kesenian
Setelah memenuhi kebutuhan fisik manusia juga memerlukan sesuatu yang dapat
memenuhi kebutuhan psikis mereka sehingga lahirlah kesenian yang dapat
memuaskan.
Di era globalisasi ini memang kita tidak boleh ketinggalan zaman. Semua
berbau teknologi yang akan kelak melekat dalam kehidupan kita masing-masing.
Namun apa salahnya kita bisa menjaga dan melestarikan nilai kebudayaan dari
bangsa kita. Setidaknya kita bia menjunjung tinggi hakekat manusia sebagai
makhluk yang saling menghormati. Dengan menjaga dan melestarikan saja kita
sudah menghormati Nenek dan Kakek moyang kita yang telah berususah payah untuk
membentuk dan melestarikan suatu kebudayaan yang sangat menarik untuk kita
pelajari ini.
C. Nilai-nilai Budaya
Nilai-nilai budaya
merupakan nilai-nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu
masyarakat,lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu
kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu
yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan prilaku dan tanggapan atas
apa yang akan terjadi atau sedang terjadi.Nilai-nilai budaya akan tampak pada
simbol-simbol, slogan, moto, visi misi, atau sesuatu yang nampak sebagai acuan
pokok moto suatu lingkungan atau organisasi.
Theodorson
dalam Pelly (1994) mengemukakan bahwa nilai merupakan sesuatu yang abstrak,
yang dijadikan pedoman serta prinsip – prinsip umum dalam bertindak dan
bertingkah laku. Keterikatan orang atau kelompok terhadap nilai budaya.
Nilai-nilai budaya tersebut di
antaranya :
1. Agama
Masyarakat
Indonesia adlah masyarakat beragama.Oleh karena itu, kehidupan individu,
masyarakat, da bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya.
Secara politis, kehidupan kenegaraan didasai pada nilai-nlai yang berasal dari
agama. Atas dasar pertimbanagan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan
karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari
agama.
2. Pancasila
Negara Kesatuan Republik Indonesia
ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan keanekaragaman yang
disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan
lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya,
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur
kehidupan politik,hukum,ekonomi, kemasyarakatan, budaya dan seni. Pendidikan
budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga
negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan,
dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagaiwarga negara.
3. Budaya
Sebagai suatu kebenaran bahwa tidak
ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai
budaya yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam
pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antar anggota
masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan
karakter bangsa.
4. Tujuan Pendidikan Nasional
Sebagai
rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia dikembangkan
oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan
pendidikan Nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga
negara Indonesia.Oleh karena itu, tujuan pendididkan Nasional adalah sumber
yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter
bangsa.
D. Nilai Budaya dan Sistem Religi, Sistem Sosial,
dan Sistem IPTEK
1. Nilai Budaya dan Sistem Religi
Semua aktivitas manusia yang
bersangkutan dengan religi bedasarkan atas suatu getaran jiwa, yang biasanya
disebut emosi keagamaan (religious emotion). Emosi keagamaan ini biasanya
pernah dialami oleh setiap manusia, walaupun getaran emosi itu mungkin hanya
berlangsung untuk beberapa detik saja, untuk kemudian menghilang lagi. Emosi
keagamaan itulah yang mendorong orang melakukan tindakan-tindakan bersifat
religi. Emosi keagamaan menyebabkan bahwa sesuatu benda, suatu tindakan, atau
gagasan mendapat suatu nilai keramat (sacred value) dan dianggap keramat.
Demikian juga benda-benda, tindakan-tindakan, atau gagasan-gagasan yang
biasanya tidak keramat (pro-fane), tetapi apabila dihadapi oleh manusia yang
dihinggapi oleh emosi keagamaan sehingga ia seolah-olah terpesona, maka
benda-benda, tindakan-tindakan, dan gagasan-gagasan tadi menjadi keramat.
Suatu sistem religi dalam suatu
kebudayaan selalu mempunyai ciri-ciri untuk sedapat mungkin memelihara emosi
keagamaan itu di antara pengikut-pengikutnya. Dengan demikian, emosi keagamaan
merupakan unsur penting dalam suatu religi bersama dengan tiga unsur lain,
yaitu:
a.
Sistem Keyakinan
Sistem
keyakinan secara khusus mengandung banyak subunsur. Mengenai ini para ahli
antropologi biasanya menaruh perhatian terhadap konsepsi tentang dewa-dewa yang
baik maupun yang jahat; sifat dan tanda dewa-dewa; konsepsi tentang
makhluk-makhluk halus lainnya seperti roh-roh leluhur, roh-roh lain yang baik
maupun yang jahat, hantu dan lain-lain; konsepsi tentang dewa tertinggi dan
pencipta alam; masalah terciptanya dunia dan alam (kosmogoni); masalah mengenai
bentuk dan sifat-sifat dunia dan alam (kosmologi); konsepsi tentang hidup dan
maut; konsepsi tentang dunia roh, dunia akhirat dan lain-lain.
Adapun
sistem kepercayaan dan gagasan, pelajaran, aturan agama, dongeng suci tentang
riwayat dewa-dewa (mitologi), biasanya tercantum dalam suatu himpunan buku-buku
yang biasanya juga dianggap sebagai kesusasteraan suci.
b.
Sistem Upacara Keagamaan
Sistem
upacara keagamaan secara khusus mengandung empat aspek yang menjadi perhatian
khusus dari para ahli antropologi ialah:
1.
Tempat Upacara Keagamaan
Berhubungan
dengan tempat-tempat keramat upacara dilakukan, yaitu makam, candi, pura, kuil,
gereja, langgar, surau, masjid, dan sebagainya.
2.
Saat-saat Upacara Keagamaan
dijalankan
Berhubungan
dengan saat-saat beribadah, hari-hari keramat dan suci, dan sebagainya.
3.
Benda-benda dan Alat Upacara
Berhubungan
dengan benda-benda yang dipakai dalam upacara, termasuk patung-patung yang
melambangkan dewa-dewa, alat bunyi-bunyian seperti lonceng suci, seruling suci,
genderang suci dan sebagainya.
4.
Orang-orang yang Melakukan dan
Memimpin Upacara
Mengenai
para pelaku upacara keagamaan, yaitu para pendeta biksu, syaman, dukun, dan
lain-lain.
Upacara-upacara
itu sendiri banyak juga unsurnya, yaitu: bersaji,
berkorban, berdoa, makan bersama makanan yang telah disucikan dengan doa, menari tarian suci, menyanyi nyanyian suci, berpropesi atau berpawai, memainkan seni drama
suci, berpuasa, intoksikasi atau
mengaburkan pikiran dengan makan obat bius dampai kerasukan, mabuk, bertapa, bersemadi.
Di
antara unsur-unsur upacara keagamaan tersebut ada yang dianggap penting sekali
dalam satu agama, tetapi tidak dikenal dalam agama lain, dan demikian juga
sebaliknya. Selain itu, suatu acara upacara biasanya mengandung suatu rangkaian
yang terdiri sejumlah unsur tersebut. Dengan demikian dalam suatu upacara untuk
kesuburan tanah misalnya, para pelaku upacara dan para pendeta berpawai dahulu
menuju ke tempat-tempat bersaji, lalu mengorbankan seekor ayam, setelah itu
menyajikan bunga kepada dewa kesuburan, disusul dengan doa yang diucapkan oleh
para pelaku, kemudian menyanyi bersama berbagai nyanyian suci, dan akhirnya
semuanya kenduri makan hidangan yang telah disucikan dengan doa.
c.
Suatu Umat yang Menganut Religi
Itu
Secara
khusus meliputi masalah pengikut suatu agama, hubungannya satu dengan yang
lain, hubungannya dengan para pemimpin agama, baik dalam saat adanya upacara
keagamaan maupun dalam kehidupan sehari-hari; dan juga meliputi masalah seperti
organisasi dari para umat, kewajiban, serta hak-hak para warganya.
Pokok-pokok
khusus dalam sistem ilmu gaib (magic) pada lahirnya memang sering tampak sama
dengan dalam sistem religi. Dalam ilmu gaib sering terdapat juga
konsepsi-konsepsi dan ajaran-ajarannya; ilmu gaib juga mempunyai sekelompok
manusia yang yakin dan menjalankan ilmu gaib itu untuk mencapai suatu maksud.
Selain itu, upacara ilmu gaib juga mempunyai aspek-aspek yang sama artinya; ada
pemimpin atau pelakunya, yaitu dukun; ada saat-saat tertentu untuk mengadakan
upacara (biasanya juga pada hari-hari keramat); ada peralatan untuk melakukan
upacara, dan ada tempat-tempat tertentu untuk pelaksanaan upacara. Akhirnya
suatu upacara ilmu gaib seringkali juga mengandung unsur-unsur upacara yang
sama dengan upacara religi pada umumnya. Misalnya orang melakukan ilmu gaib
untuk menambah kekuatan ayam yang hendak diadu dalam suatu pertandingan adu
ayam. Untuk itu ia membuat obat gaib dengan sajian kepada roh-roh, dengan
mengucapkan doa kepada dewa-dewa, serta dengan mengucapkan mantra-mantra
tertentu, dan dengan puasa. Dengan melakukan hal-hal itu semua ia percaya bahwa
obat gaib untuk ayam jantannya akan mujarab sekali.
Walaupun
pada lahirnya religi dan ilmu gaib sering kelihatan sama, walaupun sukar untuk
menentukan batas dari upacara yang bersifat religi dan upacara yang bersifat
ilmu gaib, pada dasarnya ada juga suatu perbedaan yang besar sekali antara
kedua pokok itu. Perbedaan dasarnya terletak dalam sikap manusia pada waktu ia
sedang menjalankan agama, manusia bersikap menyerahkan diri kepada Tuhan,
kepada dewa-dewa, kepada roh nenek moyang; pokoknya menyerahkan diri sama
sekali kepada kekuatan tinggi yang disembahnya itu. Dalam hal itu manusia
biasanya terhinggap oleh suatu emosi keagamaan. Sebaliknya, pada waktu
menjalankan ilmu gaib manusia bersikap lain sama sekali. Ia berusaha
memperlakukan kekuatan-kekuatan tinggi dan gaib agar menjalankan kehendaknya
dan berbuat apa yang ingin dicapainya.
Para ahli antropologi, terutama yang
berasal dari abad ke-19 dan ke-20, sampai kira-kira menjelang zaman perang
dunia ke-2, dalam hal membicarakan gejala religi sering mengupas kosepsi
tentang adanya berbagai macam bentuk religi.
a. Fetishism, ialah bentuk religi yang berdasarkan
kepercayaan akan adanya jiwa dalam benda-benda tertentu.
b. Animism, ialah bentuk religi yang berdasarkan
kepercayaan bahwa di alam sekeliling tempat tinggal manusia didiami berbagai
macam ruh.
c. Animatism bukan suatu bentuk religi, melainkan
suatu sistem kepercayaan bahwa benda-benda dan tumbuh-tumbuhan sekeliling
manusia itu berjiwa dan berpikir seperti manusia.
d.
Prae-Animism,
ialah bentuk religi yang berdasarkan kepercayaan kepada kekuatan sakti yang ada
dalam segala hal yang luar biasa.
e.
Totemism,
ialah bentuk religi yang ada dalam masyarakat yang terdiri dari
kelompok-kelompok kekerabatan yang unilineal (kepercayaan terhadap para
dewa-dewa)
f.
Polytheism,
yaitu bentuk religi yang berdasarkan kepercayaan kepada suatu sistem yang luas
dari dewa-dewa.
g.
Monotheism,
yaitu bentuk religi yang berdasarkan kepercayaan kepada satu Tuhan.
Mystic, adalah bentuk religi yang berdasarkan
kepercayaan kepada satu Tuhan yang dianggap meliputi segala hal dalam alam.
2. Nilai Budaya dan Sistem Sosial
Sistem
sosial adalah suatu sistem yang hidup dan sistem kehidupan, dapat juga ditinjau
sebagai sistem buatan manusia daalm aktivitas beradaptasi dengan lingkungan
secara alami.
Dilihat
dari sudut eksistensinya, sistem-sistem sosial itu hidup karena adanya transfer
energi maupun adanya pertukaran informasi antar unsur (komponen) dan merupakan
sistem terbuka. Keseluruhan isi sistem-sistem sosial bersifat konkrit atau
abstrak (kesadaran, persepsi dll). Merupakan karya Maha Pencipta, yang oleh
manusia diubah, diolah dan diabstraksikan sesuai dengan kebutuhannya sendiri.
Sistem
sosial terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia atau tindakan-tindakan dan
tingkah laku berintraksi antarindividu dalam kehidupan masyarakat. Sebagai
rangkaian tindakan berpola yang berkaitan satu sama lain, sistem sosial itu
bersifat lebih konkret dan nyata daripada sistem budaya, dalam arti bahwa
tindakan manusia itu dapat dilihat dan diobservasi. Interaksi manusia itu di
satu pihak ditata dan diatur oleh sistem budaya, tetapi di pihak lain
dibudayakan menjadi pranata-pranata oleh nilai dan norma tersebut.
3. Sistem Budaya dan Sistem IPTEK
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (iptek) adalah
bagian dari kebudayaan. Oleh karean itu, seperti juga usur kebudayaan yang
lain, corak dan perkembangannya sangat dipengaruhi dan mempengaruhi masyarakat
diman ia dikembangkan dan diaplikasikan. Sesungguhnya tak ada satu orangpun
manusia yang terlepas dari pengaruh teknologi.
Uraian
mengenai pokok-pokok khusus yang merupakan isi dari sistem pengetahuan dalam
suatu kebudayaan, akan merupakan suatu uraian tentang cabang-cabang
pengetahuan. Cabang-cabang itu sebaiknya dibagi berdasarkan pokok perhatiannya.
Dengan demikian tiap suku bangsa di dunia biasanya mempunyai pengetahuan
tentang:
a.
Alam sekitarnya
Misalnya
pengetahuan tentang musim-musim, tentang sifat-sifat gejala alam, tentang
bintang-bintang, dan lain-lain. Pengetahuan ini berasal dari keperluan praktis
untuk berburu, bertani, berlayar menyeberangi laut dari suatu pulau ke pulau
lain.
b.
Alam flora di daerah tempat
tinggalnya
Pengetahuan
ini merupakan salah satu pengetahuan dasar bagi kehidupan manusia dalam
masyarakat kecil, terutama bila mata pencarian hidupnya yang pokok adalah
pertanian, tetapi juga suku-suku bangsa yang hidup dari berburu, peternakan,
atau perikanan tidak dapat mengabaikan pengetahuan tentang alam tumbuh-tumbuhan
sekelilingnya.
c.
Alam fauna di daerah tempat
tinggalnya
Pengetahuan
tentang alam fauna merupakan pengetahuan dasar bagi suku-suku bangsa yang hidup
dari berburu atau perikanan, tetapi juga bagi yang hidup dari pertanian. Daging
binatang merupaka unsur penting dalam makanan suku-suku bangsa petani juga.
Selain itu, petani harus banyak mengetahui juga tentang kelakuan binatang untuk
dapat menjaga tumbuh-tumbuhan di ladang atau sawah terhadap gangguan
binatang-binatang itu.
d.
Zat-zat bahan mentah, dan
benda-benda dalam lingkungannya
Pengetahuan
ini sangat penting karena tanpa itu manusia tidak mungkin membuat dan
menggunakan alat-alat dalam hidupnya. Sistem teknologi dalam suatu kebudayaan
sudah erat sangkut pautnya dengan sistem pengetahuan tentang zat-zat,
bahan-bahan mentah, dan benda-benda ini.
e.
Tubuh manusia
Pengetahuan
tentang tubuh manusia dalam kebudayaan-kebudayaan yang belum begitu banyak dipengaruhi ilmu
kedokteran masa kini, sering juga luas sekali. Pengetahuan dan ilmu untuk
menyembuhkan penyakit dalam masyarakat pedesaaan banyak dilakukan oleh para
dukun dan tukang pijat, dan oleh karena itu disebut ilmu dukun. Ilmu dukun
biasanya menggunakan banyak sekali ilmu gaib, tetapi di samping itu para dukun
juga sering mempunyai pengetahuan luas tentang ciri-ciri tubuh manusia, letak
dan susunan urat-urat dan sebagainya.
f.
Sifat dan tingkah laku sesama
manusia
Manusia
tidak dapat mengabaikan pengetahuan tentang sesama manusianya. Banyak suku
bangsa yang belum terpengaruh ilmu psikologi modern, dalam hal bergaul dengan
sesamanya harus berpegangan pada misalnya pengetahuan tentang tipe-tipe wajah
(ilmu firasat), atau pengetahuan tentang tanda-tanda tubuh tersebut. dalam
golongan ini dapat juga dimasukkan pengetahuan tentang sopan santun pergaulan,
adat-istiadat, sistem norma, hukum adat dan sebagainya, kemudian juga
pengetahuan tentang silsilah dan tentang sejarah.
g.
Ruang dan waktu
Pengetahuan konsepsi tentang ruang
dan waktu juga ada dalam banyak kebudayaan yang belum terpengaruh ilmu pasti
modern. Banyak kebudayaan mengenai suatu sistem untuk menghitung jumlah-jumlah
besar, mengukur, menimbang, mengukur waktu (tanggalan) dan sebagainya.
E. Suku Bangsa Indonesia
Sejak zaman dahulu, bangsa
Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang majemuk. Hal ini tercermin dari
semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu.
Kemajemukan yang ada terdiri atas keragaman suku bangsa, budaya, agama, ras,
dan bahasa. Adat istiadat, kesenian, kekerabatan, bahasa, dan bentuk fisik yang
dimiliki oleh suku-suku bangsa yang ada di Indonesia memang berbeda, namun
selain perbedaan suku-suku itu juga memiliki persamaan antara lain hukum, hak
milik tanah, persekutuan, dan kehidupan sosialnya yang berasaskan kekeluargaan.
Seorang
ahli antropologi Indonesia wajib mengenal berbagai bentuk masyarakat dan
kebudayaan di wilayah Indonesia sendiri (termasuk Irian Jaya). Dalam pembagian
kejuruan antropologi, secara konvensional mengelompokkan Irian Jaya dan Papua
Nugini bersama denagn penduduk Melanesia, yang dipelajari secara mendalam oleh
para ahli antropologi dengan kejuruan Melanesia atau Oseania.Sealin memusatkan
perhatiannya pada wilayah Indonesia.
Pada
umumnya, penggolongan berbagai suku bangsa Indonesia didasarkan pada sistem
lingkaran hukum adat yang dibuat. Berikut pembagian suku yang terdapat di
berbagai daerah diantaranya :
1. Nanggroe Aceh Darussalam: Aceh,
Alas, Gayo, Kluet, Simelu, Singkil, Tamiang, Ulu.
2. Sumatera Utara: Karo, Nias,
Simalungun, Mandailing, Dairi, Toba, Melayu, PakPak, Maya-maya.
3. Sumatera Barat: Minangkabau,
Mentawai, Melayu, Guci, Jambak.
4. Riau: Melayu, Siak, Rokan,
Kampar, Kuantum Akit, Talang Manuk, Bonai, Sakai, Anak Dalam, Hutan, Laut.
5. Kepulauan Riau: Melayu, Laut.
6. Bangka Belitung: Melayu.
7. Jambi: Batin, Kerinci, Penghulu,
Pewdah, Melayu, Kubu, Bajau.
8. Sumatera Selatan: Palembang,
Melayu, Ogan, Pasemah, Komering, Ranau Kisam, Kubu, Rawas, Rejang, Lematang,
Koto, Agam.
9. Bengkulu: Melayu, Rejang, Lebong,
Enggano, Sekah, Serawai, Pekal, Kaur, Lembak.
10. Lampung: Lampung, Melayu,
Semendo, Pasemah, Rawas, Pubian, Sungkai, Sepucih.
11. DKI Jakarta: Betawi.
12. Banten: Banten.
13. Jawa Barat: Sunda, Badui.
14. Jawa Tengah: Jawa, Karimun,
Samin, Kangean.
15. D.I. Yogyakarta: Jawa.
16. Jawa Timur: Jawa, Madura,
Tengger, Asing.
17. Bali: Bali, Jawa, Madura.
18. NTB: Bali, Sasak, Bima, Sumbawa,
Mbojo, Dompu, Tarlawi, Lombok.
19. NTT: Alor, Solor, Rote, Sawu,
Sumba, Flores, Belu, Bima.
20. Kalimantan Barat: Melayu, Dayak
(Iban Embaluh, Punan, Kayan, Kantuk, Embaloh, Bugan, Bukat), Manyuke.
21. Kalimantan Tengah: Melayu, Dayak
(Medang, Basap, Tunjung, Bahau, Kenyah, Penihing, Benuaq), Banjar, Kutai,
Ngaju, Lawangan, Maayan, Murut, Kapuas.
22. Kalimantan Timur: Melayu, Dayak
(Bukupai, Lawangan, Dusun, Ngaju, Maayan).
23. Kalimantan Selatan: Melayu,
Banjar, Dayak, Aba.
24. Sulawesi Selatan: Bugis,
Makassar, Toraja, Mandar.
25. Sulawesi Tenggara: Muna, Buton,
Totaja, Tolaki, Kabaena, Moronehe, Kulisusu, Wolio.
26. Sulawesi Tengah: Kaili, Tomini,
Toli-Toli, Buol, Kulawi, Balantak, Banggai, Lore.
27. Sulawesi Utara: Bolang-Mongondow,
Minahasa, Sangir, Talaud, Siau, Bantik.
28. Gorontalo: Gorontalo.
29. Maluku: Ambon, Kei, Tanimbar,
Seram, Saparua, Aru, Kisar.
30. Maluku Utara: Ternate, Morotai,
Sula, Taliabu, Bacan, Galela.
31. Papua Barat: Waigeo, Misool,
Salawati, Bintuni, Bacanca.
32. Papua Tengah: Yapen, Biak,
Marnika, Numfoor.
33. Papua Timur: Sentani, Asmat,
Dani, Senggi.
Menurut
Van Vollenhoven, penggolongan suku-suku bangsa Indonesia didasarkan pada Peta 7
Indonesia yang dibagi ke dalam 19 daerah yaitu sebagai berikut:
1. Aceh
2. Gayo, Alas, dan Batak.
2a. Nias dan Batu.
3. Minangkabau.
3a. Mentawai.
4. Sumatera Selatan.
4a. Enggano.
5. Melayu.
6. Bangka dan Biliton.
7. Kalimantan.
8. Minahasa.
8a. Sangir-Talaud.
9. Gorontalo.
10. Toraja.
11. Sulawesi Selatan.
12. Ternate.
13. Ambon Maluku.
13a. Kepulauan Barat
Daya
14. Irian.
15. Timor.
16. Bali dan Lombok.
17. Jawa Tengah dan Jawa Timur.
18. Surakarta dan Yogyakarta.
19. Jawa Barat.
Lokasi
suku-suku bangsa di Indonesia yang masih berpedoman pada peta bahasa J. Esser, terutama
untuk daerah-daerah Kalimantan, Sulawesi, Indonesia Timur, dan juga beberapa
bagian Sumatera, namun belum sepenuhnya dapat diandalkan.
F. Sistem Budaya Indonesia
Bila dicermati pandangan masyarakat Indonesia tentang kebudayaan Indonesia,
ada dua kelompok pandangan.
1.
Kelompok pertama yang mengatakan kebudayaan Nasional Indonesia belum jelas,
yang ada baru unsur pendukungnya yaitu kebudayaan etnik dan kebudayaan asing.
Kebudayaan Indonesia itu sendiri sedang dalam proses pencarian.
2. Kelompok kedua yang mengatakan
mengatakan Kebudayaan Nasional Indonesia sudah ada. pendukung kelompok ketiga
ini antara lain adalah Sastrosupono. Sastrosupono. Sastrosupono. Sastrosupono
mencontohkan, Pancasila, bahasa Indonesia, undang-undang dasar 1945,
moderenisasi dan pembangunan (1982:68-72).
Adanya
pandangan yang mengatakan Kebudayaan Nasional Indonesia belum ada atau sedang
dalam proses mencari, boleh jadi akibat:
1. Tidak jelasnya konsep kebudayaanyang dianut dan
pahami
2. Akibat pemahaman mereka tentang kebudayaan hanya
misalnya sebatas seni, apakah itu seni sastra, tari, drama, musik, patung,
lukis dan sebagainya. Mereka tidak memahami bahwa iptek, juga adalah produk
manusia, dan ini termasuk ke dalam kebudayaan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan pada pembahasan di atas maka kesimpulan
yang dapat diambil pada makalah ini yaitu,
rakyat Indonesia yang pluralistik merupakan kenyataan, yang
harus dilihat sebagai aset Nasional, bukan resiko atau beban. Rakyat adalah potensi nasional
harus diberdayakan, ditingkatkan potensi dan
produktivitas fisikal, mental dan kulturalnya. Tanah air Indonesia
sebagai aset Nasional yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas
sampai Rote, merupakan tempat bersemayamnya semangat Bhinneka Tunggal Ika.Ciri-ciri Nasional Indonesia, berpedoman kepada dasar
Pancasila, bersemangat bebas-aktif mampu menjadi tuan di negeri sendiri, dan
mampu berperanan penting dalam percaturan global dan dalam kesetaraan juga
mampu menjaga perdamaian dunia.
B.Saran
Saran yang dapat kami
ajukan pada makalah ini adalah, kebudayaan bangsa Indonesia
merupakan kebudayaan yang terbentuk dari berbagai macam kebudayaan suku dan
agama sehingga banyak tantangan yang selalu menguji keutuhan budaya itu tapi dengan
semangat kebhinekaan sampai sekarang masih eksis dalam terpaan zaman. Kewajiban
kita sebagai anak bangsa untuk tetap mempertahankannya budaya itu menuju bangsa
yang abadi, luhur, makmur dan bermartabat.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 2003. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineka Cipta.
Koentjaraningrat.
1996. Pengantar Antropologi 1.
Jakarta: Rineka Cipta.
Nasrul H. S, dkk. 2011. Pendidikan Agama Islam Bernuansa Soft Skill.
Padang: UNP Press.
Parwitaningsih, dkk.
2009. Pengantar Sosiologi. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Ruddy Agusyanto, dkk.
2009. Pengantar Antropologi. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Soekanto, Soerjono. 2010. Sosiologi
Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar